NURYATI
PG PAUD STKIP
SITUS BANTEN
Jln. Bhayangkara
Cipocok Jaya Serang - Banten Telp. (0254) 220193
Abstrak:
penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengembangan kecerdasan
spiritual pada anak usia dini melalui metode pembiasaan murottal bacaan
Al-Quran di RA Nurul Ikhlas Taktakan Serang. Peran guru dalam mengembangkan kecerdasan
spiritual pada kegiatan pembelajaran, serta peran orang tua dan masyarakat. Penelitian ini merupakan penelitian
kualaitatif fenomenologi pada kelompok B di RA Nurul Ikhlas Legok Widara
Taktakan Serang tahun 2017. Teknik analisis data menggunakan model Miles dan
Huberman terdirii dari: reduksi data,
display data, dan verifikasi. Teknik pengumpulan
data adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa anak usia dini kecerdasan spiritual pada anak usia dini sangat kurang
baik, dimana orang tua dan masyarakat lebih menekankan kecerdasan
intelektualnya saja. Hal ini dapat terlihat dengan adanya pergeseran nilai
moral anak terhadap orang tua. Peran guru dalam mengembangkan kecerdasan
spiritual pada anak usia dini dapat dilakukan melalui pembiasaan murottal
bacaan Al-quran yang diputar setiap pagi sebelum kegiatan belajar mengajar
berlangsung.
Kata
kunci: pengembangan, kecerdasan spiritual anak usia dini, murottal bacaan
Al-quran.
PENDAHULUAN
Setiap orang tua mengharapkan
anaknya cerdas. Baik secara intelektual, emosional dan spiritualnya. Namun
untuk mendapatkan semua itu tidaklah mudah. Anak-anak dilahirkan dengan
kecerdasan spiritual yang tinggi, tetapi perlakuan orangtua dan lingkungan yang
menyebabkan mereka kehilangan potensi spiritual tersebut. Padahal pengembangan
kecerdasan spiritual sejak dini akan memberi dasar bagi terbentuknya kecerdasan
intelektual dan emosional pada usia selanjutnya. Krisis akhlak yang menimpa Indonesia berawal dari lemahnya
penanaman nilai terhadap anak pada usia dini. Pembentukan akhlak terkait erat
dengan kecerdasan emosi, sementara itu kecerdasan emosi tidak akan berarti
tanpa ditopangi oleh kecerdasan spiritual. Prasekolah atau usia balita adalah
awal yang paling tepat untuk menanamkan nilai-nilai kepada anak. Namun, yang terjadi sebaliknya. Anak lebih banyak dipaksa untuk
mengekplorasi bentuk kecerdasan yang lain, khususnya kecerdasan intelektual,
sehingga anak sejak awal sudah ditekankan untuk selalu bersaing untuk menjadi
yang terbaik, sehingga menyebakan tercerabutnya kepekaan anak.
Sementara itu lingkungan
keluarga maupun lingkungan masyarakat kurang memberikan dukungan terhadap
penumbuhan kecerdasan spiritual pada anak. Di lingkungan keluarga anak lebih
banyak berinteraksi dengan sesuatu yang justru menyebabkan semakin jauhnya
kepekaan anak, bahkan yang lebih parah lagi apabila proses dehumanisasi itu
terjadi justru di tengah lingkungan keluarga. Keluarga sebagai tempat
pendidikan yang utama malahan kering dari aspek pedagogis.
Hasil
pengamatan dan wawancara dengan guru di RA Nurul Ikhlas Kelurahan Drangong Legok
Widara Taktakan Serang, diperoleh data bahwa anak memiliki kecerdasan spiritual yang sangat rendah, hal
tersebut disebabkan oleh tuntutan
masyarakat agar anak bisa calistung. Anggapan masyarakat anak yang pintar
adalah anak yang bisa membaca, menulis dan berhitung degan cepat. Dengan kata
lain Pintar Calistung. Mereka lebih menekankan kecerdasan intelektualnya tanpa
ditopangi dengan kecerdasan spiritual.
Penelitian sebelumnya adalah terkait
dengan pengembangan kecerdasan spiritual melalui tabungan hadis. Penelitian
tersebut dilakukan oleh Nuryati pada tahun 2016 menyatakan bahwa kecerdasan
spiritual sangat penting diterapkan pada anak usia dini yaitu melalui tabungan
hadis. Yaitu berupa setoran hafalan hadis yang dilakukan setiap hari pada anak.
Dalam penelitian tersebut anak tidak hanya menghafal hadis akan tetapi juga
memahami arti yang terkandung dalam hadis tersebut serta mengaplikasikannya
dalam kehidupan anak. Tabungan hadis
merupakan suatu program yang menjadi strategi guru dalam menanamkan dan
mengembangkan kecerdasan spiritual yang berupa setoran hafalan hadis. Melalui
program ini terlihat dampak yang positif terhadap perilaku anak, seperti halnya
dalam menyikapi suatu persoalan hidup yang dihadapinya.
KECERDASAN
SPIRITUAL
Menurut
Howard Gardner kecerdasan merupakan ungkapan dari cara berpikir seseorang yang
dapat dijadikan modalitas belajar, hampir semua orang cenderung pada salah satu
modalitas belajar yang berperan sebagai saringan untuk pembelajaran, pemrosesan
dan komunikasi; sedangkan Markova
meyakini bahwa orang tidak hanya cenderung pada satu modalitas, mereka juga
memanfaatkan kombinasi modalitas tertentu yang memberi mereka bakat dan
kekurangan alami tertentu.[1]
Adapun modalitas yang dimiliki oleh setiap individu dapat dibagi menjadi tiga
yaitu modalitas visual, auditorial, dan kinestetikal. Jadi dapat dikatakan
bahwa setiap orang mempunyai kemampuan yang berbeda, ada yang cenderung
memiliki satu modalitas ada juga yang mengombinasikan modalitas tersebut. Dalam
artian bukan faktor kesengajaan, namun memang bakat atau potensi yang dimiliki
oleh setiap orang berbeda.
Sejalan
dengan itu Sukidi
menyatakan, “Kecerdasan
spiritual tak hanya dimiliki oleh manusia dewasa tapi juga oleh anak-anak.
Sederet penelitian telah menyimpulkan bahwa potensi dan bakat kecerdasan
spiritual justru dimiliki anak sejak usia dini”.[2]Kecerdasan
spiritual dapat dikembangkan baik di rumah maupun di sekolah maupun di lingkungan sekitar
anak.
Definisi kecerdasan lain adalah definisi kecerdasan dari
Piaget, Menurut William H. Calvin, dalam bukunya How Brain Thinks (Bagaimana otak berfikir?), Piaget mengatakan, “Intelligence is what you use when you don’t
know what to do” (Kecerdasan adalah apa yang kita gunakan pada saat kita
tidak tahu apa yang harus dilakukan).” Sehingga menurut Calvin, seseorang itu
dikatakan smart jika ia terampil dalam menemukan jawaban yang benar
untuk masalah pilihan hidup. Sedang menurut Sternberg, 65 tahun setelah
simposium Journal Psikologi Pertama, 24 orang ahli diminta untuk mengajukan
definisi kecerdasan, mereka mengaitkan kecerdasan tersebut dengan tema belajar
dari pengalaman dan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan.
ANAK
USIA DINI
Anak
merupakan amanah Allah SWT, yang harus dijaga dan dibina. Hatinya yang suci
merupakan permata yang sangat harganya.Ia membutuhkan pemeliharaan, penjagaan,
kasih sayang, dan perhatian.[3] Oleh karena itu orang tua memegang faktor kunci yang
bisa menjadikan tumbuh dengan jiwa islami.
Anak
merupakan mahluk individu yang sejak lahir telah membawa berbagai potensi
(fisik, psikososial, bahasa, intelligensi), seluruh potensi yang dimiliki anak
tersebut baru akan berkembang apabila mendapat pengaruh dari lingkungan dimana
anak itu berada. Ditinjau
dari sudut religius anak merupakan makhluk Allah yang perlu ditumbuhkembangkan
atau dididik.[4]Anak
diharapkan akan mampu menjalankan fungsinya sebagai makhluk Allah yang memiliki
keimanan dan ketaqwaan kepada-Nya dalam melakukan berbagai kegiatan sebagai
khalifah di muka bumi.
Anak
sebagai amanah atau titipan Allah SWT yang harus dikembangkan potensi-potensi
dan kecerdasannya.Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang masih
harus dikembangkan. Anak memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak
sama dengan orang dewasa, mereka selalu aktif, dinamis, antusias dan ingin tahu
terhadap apa yang dilihat, didengar, dirasakan, mereka seolah-olah tak pernah
berhenti bereksplorasi dan belajar. Anak bersifat egosentris, memiliki rasa
ingin tahu secara alamiah, merupakan makhluk sosial, unik, kaya dengan fantasi,
memiliki daya perhatian yang pendek, dan merupakan masa yang paling potensial
untuk belajar.
Anak usia
dini adalah sosok individu yang sedang mengalami masa perkembangan. M Ramli mengatakan
bahwa anak usia dini ialah anak yang berada pada rentang masa usia lahir sampai
usia 8 tahun.[5] Namun demikian, dalam
rangka pelaksanaan pendidikan anak usia dini (PAUD), Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (Sisdiknas)
menyiratkan bahwa anak usia dini ialah anak yang berada pada rentang masa usia
lahir sampai usia 6 tahun.[6] Jadi secara teoritik anak usia dini berada
pada rentang usia 0 sampai 8 tahun. Namun bila ditinjau dari kebijakan
pemerintah, anak usia dini berada pada rentang usia 0 sampai 6 tahun.
Menurut Ibnu
Katsir mengemukakan bahwa seorang anak akan menjadi penyejuk hati jika dia
tumbuh menjadi anak yang taat kepada Allah SWT, tekun beribadah, menjalankan
perintah-perintah Allah SWT, dan Rasul-Nya, manjauhi segala larangan-Nya.
Inilah menjadi tantangan para orangtua dalam membesarkan dan mendidik anak agar
menjadi pribadi yang taqwa dalam beribadah dan cerdas menjalankan kehidupan.[7]
Hal yang perlu kita sadari adalah bahwa setiap individu adalah unik.
Tholhah Hasan mengatakan, anak itu
merupakan amanat bagi kedua orangtuanya, dan hatinya yang bersih merupakan
permata mahal, yang masih polos dan belum tersentuh goresan dan lukisan apapun,
masih dapat menerima pahatan apa saja, dan siap mengikuti pengaruh apapun yang
disuguhkan kepadanya. Jika anak itu dibiasakan pada hal-hal yang baik dan
diajarinya, maka ia akan tumbuh dan berkembang di atas kebaikan tersebut, dan
ia akan bahagia di dunia dan akhirat. Orangtuanya, gurunya dan pengasuhnya akan
bersama-sama memperoleh pahalanya. Sebaliknya apabila anak tersebut dibiasakan
pada hal-hal yang buruk, dan dibiarkan liar seperti binatang ia akan celaka dan
rusak dalam hidupnya, dosanya juga akan dipikul oleh orang-orang yang
bertanggung jawab dan mengurusinya”.[8]
Kesimpulan di atas menjelaskan bahwa
betapa pentingnya pendidikan bagi anak, dan pentingnya juga mendidik anak dalam
hal-hal yang baik sehingga menjadikan anak tersebut tumbuh dan berkembang di
atas kebaikan.
KECERDASAN
SPIRITUAL
Kecerdasan
Spiritual yang sebelumnya dikenalkan oleh Donah Zohar dan Ian Marshal pada awal
tahun 2000 sebenarnya kecerdasan spiritual sudah dikenal sejak peradaban Islam
ada di muka bumi ini. Sedangkan menurut Seto Mulyadi, kecerdasan spiritual
adalah bagaimana manusia dapat berhubungan dengan Sang Pencipta (Ummi, edisi 4
2002). Dengan kata lain kecerdasan spiritual adalah kemampuan menusia untuk
mengenali potensi fitrah dalam dirinya serta kemampuan seseorang mengenali
tuhannya yang telah menciptakannya, sehingga di manapun berada merasa dalam
pengawasan Tuhannya.
Saat ini, kita kesulitan mencari
sosok manusia seperti yang pernah ditemui Umar Bin Khattab dimasa
pemerintahannya. Ketika itu Umar meminta kepada seorang anak untuk menjual
seekor kambing kepada Umar. Tetapi apa yang terjadi, walaupun sang pemilik
kambing itu tidak mengetahui, pemuda tadi berkeberatan untuk menjual salah satu
kambingnya. Dan yang menarik adalah dialaog antara Umar dengan pemuda tersebut
ketika Umar terus mendesak bahwa sang majikan tidak melihatnya. Apa kata sang
remaja? Dimana Allah? Sebuah jawaban yang menggetarkan hati Umar. Remaja
seperti ini sangat sulit kita temukan dimasa kini. Sosok remaja dimasa Umar
bukanlah sosok yang hadir begitu saja di tengah kita, tetapi memerlukan proses
pembentukan. Dan usia dinilah usia emas untuk pembentukan akhlak tersebut.
Orangtua dan lembaga pendidikan adalah tempat yang dapat menciptakan
terciptanya anak yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi yang akan memberi
dasar bagi terciptanya generasi yang memiliki akhlak yang mulia.
Arief
Rachman menggambarkan bahwa kecerdasan spiritual adalah pertama, kecerdasan
yang meyakini Tuhan sebagai Penguasa, Penentu, Pelindung, Pemaaf dan kita
percaya atas Kehadiran-Nya. Selain itu harus ada pula kemampuan untuk bekerja
keras, kemampuan untuk mencari ridho Allah, kemampuan untuk melakukan ibadah
secara disiplin, kesabaran, tahan dengan ujian dan kemampuan untuk menerima
segala keputusan yang telah ditetapkan Allah. Cerdas tidaknya anak pada sisi
spiritual tergantung orangtua dan keluarga sebagai tempat belajar pertama,
sekolah dan lingkungan sebagai tempat belajar kedua. Apabila lingkungan
keluarga dan lingkungan sekolah kurang memperhatikan aspek spiritual maka
dengan sendirinya sulit kita temukan anak yang memiliki kecerdasan spirtual.
Tingkatan spiritual pada diri seseorang dapat berbeda-beda tergantung bagaimana
pendekatan yang digunakan kepada anak.
PERTAMA tingkatan spiritual yang hidup. Untuk
mendapatkan tingkatan kecerdasan spiritual ini anak harus diajarkan mengenal
Tuhannya, mengenal penciptanya melalui ciptaan-Nya. Hal-hal yang membuat anak
terpesona kita bingkai dengan koridor mengenal Allah sebagai pencipta. Apabila
anak sejak dini dikenalkan kepada Sang Penciptannya, Melalui pembiasaan dengan
mendengarkan serta memberikan pemahaman tentang kandungan isi Al-Quran pada
anak, maka secara perlahan kematangan spiritual akan tertanam pada diri anak.
KEDUA, tingkatan spiritual yang sehat. Untuk
mendapatakan tingkatan kecerdasan spiritual ini orangtua harus mengajarkan anak
untuk melakukan komunikasi yang baik dengan pencipta, yaitu dengan melatih
mengerjakan ibadah-ibadah wajib sejak usia dini, membiasakan diri untuk selalu
mengingat nama-Nya dalam setiap kejadian yang ditemuinya. Misalnya kebiasaan
mengucapkan bismillah ketika akan beraktifitas, mengucapkan Insya Allah ketika
sedang berjanji dengan orang lain.
KETIGA, tingkatan bahagia secara spiritual.
Untuk mendapatkan ini anak sejak dini dilatih untuk mengerjakan ibadah-ibadah
sunnah sebagai tambahan, merutinkan mengdengarkan dan membaca Al Qur’an, untuk
anak usia dini, mereka dikenalkan dengan mengaji iqro, surah pendek dan doa-doa
harian.
KEEMPAT, damai secara spiritual, bentuk
kecerdasan tingkatan ini dapat dilatih dengan mengajarkan kepada anak bahwa
bentuk kecintaan yang ada di dunia ini tidak melebihi terhadap bentuk
kecintaannya terhadap Allah sebagai Penciptannya. Hal ini guru memberikan
pemahaman dari salah satu kandungan surah pendek yang ada di dalam Al-Quran.
Jadi anak tidak hanya mendengarkan saja, tetapi guru selalu berusaha untuk
mengintegrasikan isi kandungan Al-Quran dalam pembelajaran.
Kelima, arif secara spiritual. Pada
tingkatan ini seseorang akan membingkai segala aktivitasnya adalah sebagai
bagian dari ibadah kepada Allah, sehingga segalanya memiliki makna. Sebagai
contoh adalah surah Al-Ikhlas. Makna yang terkandung dalam ayat 1 adalah
“Dia-lah Allah, yang maha esa. Guru
memberikan pemahaman kepada anak bahwa Allah itu satu, dan dikemas dalam metode
bercerita.
Berdasarkan penelitian, melalui
murottal bacaan Al-Quran yang didengar anak setiap hari atau melalui
pembiasaan, anak yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi, rasa ingin
tahunya semakin besar, sehingga memiliki dorongan untuk selalu belajar serta
memiliki kreativitas yang tinggi pula. Kecerdasan spiritual dapat ditumbuhkan
pada anak dengan cara membersihkan hatinya lebih dahulu. Dengan hati yang
bersih maka aktivitas yang lainnya akan menjadi lebih mudah.
Mendengarkan
murottal setiap hari, anak dapat merasakan ketenangan dalam jiwanya,
membiasakan anak mendengarkan lantunan ayat suci Al-Quran merupakan suatu hal
yang sangat penting. Pembiasaan merupakan cara yang sangat efektif untuk anak
usia dini. Jika semuanya sudah biasa maka anak akan bisa. Kecerdasan spiritualnya
akan tertanam disanubari mereka, apalagi guru selalu mengajarkan dan mengenalkan
Tuhannya, melalui ciptaan-Nya.
Kelima, membawa anak kepada orang yang
menderita, kematian. Mengunjungi orang yang menderita akan membuat anak peka
terhadap sesama sehingga mendorong anak untuk berbuat baik terhadap orang lain.
Murottal
Murottal
adalah membaca al Qur’an yang menfokuskan pada dua hal yaitu kebenaran bacaan
dan lagu al Qur’an. Karena konsentrasi bacaan difokuskan pada penerapan tajwid
sekaligus lagu, maka porsi lagu qur’an tidak dibawakan sepenuhnya. Hanya pada
nada asli dengan tingkat suara sedang. Secara bahasa antara Mujawwad dan Murottal tidak ada
perbedaan Mujawwad berarti membaca Alqur’an dengan
memperhatikan Ilmu Tajwid, sedangkan Murattal membaca Alqur’an dengan Tartil
(Tenang tanpa tergesa-gesa) dengan memperhatikan ilmu tajwid dan makharijul
huruf, tetapi dalam Ilmu nagham (ilmu lagu al Qur’an) kedua bacaan tersebut
berbeda. Dalam penelitian ini kami menggunakan istilah Murottal karena
menyesuaikan dengan perkembangan anak. Dimana anak usia dini memiliki pemahaman
dan daya nalar anak masih terbatas.
METODE
PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi
fenomenologi, yaitu Penelitian ini mengacu pada paradigma alamiah yang
bersumber pada pandangan fenomenologi. Putra dan Lestari (2012:193)
mengungkapkan fenomenologi adalah penelitian kualitatif yang mencoba
mengungkapkan makna yang dihayati subjek yang diteliti. Dengan demikian
penelitian ini mengacu pada gejala-gejala yang menempatkan diri dimana peneliti
berusaha memahami arti peristiwa dan kaitannya dalam situasi tertentu yang
berhubungan dengan kondisi atau keadaan sebuah lingkungan belajar yang dapat
memberikan makna mengenai Pengembangan kecerdasan spiritual pada anak usia dini
melalalui metode pembiasaan Murottal bacaan Al-Quran di RA Nurul Ikhlas
Taktakan Serang. teknik pengumpulkan
data yaitu dengan observasi, wawancara serta dokumentasi.
Subjek penelitiannya adalah anak Kelompok
B. di RA Nurul Ikhlas Taktakan Serang Banten. Prosedur penelitian ini secara garis besar
dilakukan melalui empat tahapan kegiatan, yaitu tahap pra-lapangan,
pelaksanaan, analisis data, dan diakhiri dengan penulisan laporan, seperti yang
diungkapkan Moleong (2010:127) bahwa penelitian kualitatif terdiri dari tahap
pra-penelitian dan tahap pekerjaan lapangan. Teknik analisa
data pada penelitian ini menggunakan analisis data model Miles and Huberman,
yaitu reduksi data, display data, verifikasi data.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dari pengamatan yang telah dilakukan
maka didapat hasil dan temuan penelitian sebagai berikut di RA
Nurul Ikhlas Taktakan Serang Banten
adalah salah satu sekolah
yang dalam pembelajarannya menanamkan nilai-nilai agama dan moral
melalui murottal bacaan
Al-Quran dalam mengembangkan kecerdasan spiritual. Dari hasil wawancara dengan kepala
sekolah RA Nurul Ikhlas membiasakan anak dengan mendengarkan
lantunan ayat suci Al-Quran melalui mutottal yang diputar setiap pagi sebelum
pembelajaran berlangsung. Pengembangan kecerdasan spiritual kepada
anak secara implisit artinya pemberian
pemahaman tentang kandungan isi Al-Quran tersebut dimasukkan kedalam
pembelajaran. Kecerdasan yang paling ditekankan di RA Nurul Ikhlas Taktakan Serang Banten adalah
kecerdasan spiritual. Hal ini dikarenakan RA
Nurul Ikhlas Taktakan Serang Banten memiliki tujuan yakni mengenalkan tentang Allah
sedini mungkin kepada anak. hal ini sesuai dengan visi misi sekolah yakni
menciptakan manusia yang bertaqwa, berakhlakul karimah, rajin beribadah, cinta
Al-Quran, cerdas, tampil dan berkepribadian muslim serta mampu menyiapkan diri
dalam kehidupan selanjutnya.
pengembangan kecerdasan spiritual pada anak usia 5-6
Tahun
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, dalam
mengembangkan kecerdasan spiritual ini tidak semerta-merta anak dapat melakukan
sendiri, hal ini membutuhkan waktu dan proses
peniruan atau modeling serta metode yang
tepat. Oleh karena itu lembaga pendidikan
RA Nurul Ikhlas menggunakan murottal
bacaan Al-Quran sebagai metode dalam mengembangkan
kecerdasan spiritual pada anak usia dini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar