Senin, 13 Mei 2019

TABUNGAN HADIS DALAM PENGEMBANGAN KECERDASAN SPIRITUAL


NURYATI

PAUD PPs Universitas Negeri Jakarta
Jl. Rawamangun Muka Jakarta. Jakarta Timur. Email: nuryatimamah98@yahoo.com

Abstract: This study aims to: (1) Knowing and describing the Hadith savings program in the development of spiritual intelligence in children aged 5-6 years. The research subjects are children in group B numbering 16 people. This study is a qualitative research with phenomenological type of research study. Analysis of the data used is the model Mills and Huberman. Data were obtained from observation, interviews, documentation, and field notes. The findings of this study indicate that: (1) In the process of the development of spiritual intelligence using materials as teaching materials, methods in learning and using the evaluation as an assessment of the development of spiritual intelligence, (2) Material savings tradition in the development of spiritual intelligence that is taught is the tradition of intent Hadith greetings, Hadith affection, keeping oral traditions, traditions cleanliness and beauty traditions. While the methods used are drill method, exemplary, habituation, lectures, storytelling, play, and assignments. Kemudan evaluation used is observation, anecdotal records, conduct tests and oral tests, (3) the role of the teacher as motivator, one who is able to create an environment of love, as modeling, facilitator and evaluator for children. (4) enabling and inhibiting factors are qualifying a good teacher, school programs nuanced Islamic (saving tradition), an environment that supports the implementation of savings tradition in the development of spiritual intelligence, and form teachers who can diguguh and emulated while inhibiting factors found in some older people less supportive programs, characters of different children and parenting parents varied.

Keywords: Savings Hadit
in the development of spiritual intelligence


Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui dan mendeskripsikan program tabungan Hadis dalam pengembangan kecerdasan spiritual pada anak usia 5-6 tahun. Subjek Penelitian merupakan anak kelompok B yang berjumlah 16 orang. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi fenomenologi. Analisis data yang digunakan yaitu model Mills dan Huberman. Data penelitian diperoleh dari observasi, wawancara, dokumentasi, dan catatan lapangan. Hasil temuan penelitian ini menunjukan bahwa: (1) Dalam proses pengembangan kecerdasan spiritual  menggunakan materi sebagai bahan ajar, menggunakan metode dalam pembelajaran dan menggunakan evaluasi sebagai penilaian dalam pengembangan kecerdasan spiritual, (2) Materi tabungan hadis dalam pengembangan kecerdasan spiritual yang diajarkan adalah hadis niat, hadis mengucapkan salam, hadis kasih sayang, hadis menjaga lisan, hadis kebersihan dan hadis keindahan. Sedangkan metode yang digunakan adalah metode drill, keteladanan, pembiasaan, ceramah, bercerita, bermain, dan penugasan. Kemudan evaluasi yang digunakan adalah observasi, catatan anekdot, tes perbuatan dan tes lisan, (3) peranan guru sebagai motivator, orang yang mampu menciptakan lingkungan kasih sayang, sebagai modeling, fasilitator dan evaluator bagi anak. (4) faktor pendukung dan penghambat adalah kualifikasi guru yang baik, program sekolah yang bernuansa islami (tabungan  hadis), lingkungan yang menunjang penerapan tabungan hadis dalam pengembangan kecerdasan spiritual, dan wujud guru yang dapat diguguh dan ditiru sedangkan faktor penghambatnya terdapat pada beberapa orang tua yang kurang mendukung program-program, karakter anak yang berbeda-beda dan pola asuh orang tua yang bervariasi.
Kata Kunci :  Tabungan Hadis Dalam Pengembangan Kecerdasan Spiritual.
PENDAHULUAN
            Saat ini krisis moral yang menimpa Indonesia berawal dari lemahnya penanaman nilai agama terhadap anak usia dini. Pada zaman sekarang banyak anak-anak yang menggunakan narkoba, bolos sekolah, tawuran, dan berandal bermotor bahkan banyak anak yang pada zaman sekarang ini melawan orang tua, dan menganiaya orang tuanya. Untuk membentuk akhlak seseorang itu terkait erat dengan kecerdasan emosi, sementara itu kecerdasan tidak berarti tanpa di topangi oleh kecerdasan spiritual.
              Anak perlu diajarkan pendidikan yang berlandaskan pada agama, yakni agama yang menjadi pedoman dan petunjuk mengenai apa yang harus dilaksanakan di dalam menciptakan sikap dan perilaku yang baik sesuai ajaran agama islam serta membimbing anak mempunyai akhlak mulia. Karena anak merupakan penerus generasi bangsa dan menjadi tumpuan serta harapan orang tua di masa depan. Oleh karena itu orang tua tidak seharusnya mengutamakan kecerdasan intelektual saja, tetapi kecerdasan spiritual juga sangat penting ditanamkan pada anak sejak dini, agar anak dapat menjadi penerus bangsa yang memiliki moral yang tinggi. Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan  nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur undang-undang.  
Paparan di atas diperkuat oleh Imam Ghazali yang dikutip oleh (M. Husain.2007:9) berkata dalam kitab Ihya Ulumuddin, ”Ketahuilah bahwasanya mendidik anak merupakan perkara penting dan fundamental. Anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya. Hati seorang anak siap menerima segala bentuk ukiran yang diukirkan padanya.”  Seorang anak dapat dijadikan apa saja sesuai keinginan orang tuanya. Sesungguhnya yang paling penting adalah bukan hanya cerdas intelektual namun juga cerdas emosi dan spiritual.
            Terkait dengan pendidikan yang diberikan sejak usia dini salah satu bagian penting yang mendapatkan kecerdasan spiritual anak adalah guru harus mengajarkan pendidikan moral dan akhlak yang berlandaskan pada pendidikan agama. Potensi spiritual manusia merupakan kekuatan pengendali serangkaian tindakan intingtif manusia dalam memenuhi kebutuhan fisik dan psikisnya. Kekuatan spiritual memerlukan penajaman sehingga secara naluri manusia bertindak cerdas dalam menggapai hidup bahagia dan bermakna.
           
Anak Usia Dini
            Menurut (Yenina Akmal.2012:5) mengatakan anak adalah bukan orang dewasa kecil (small adult) dalam perkembangan usia anak melalui beberapa tahapan perkembangan usia mulai dari bayi (baby), masa kanak-kanak awal (early childhood), masa kanak-kanak pertengahan (middle childhood). Disamping itu juga proses lain akan dilalui anak adalah proses biologis (biological processes) meliputi perubahan pada pemikiran intelegensi dan bahasa individu. (Dindin Jamaludin.2013:37) menyatakan anak merupakan amanah Allah SWT, yang harus dijaga dan dibina. Hatinya yang suci merupakan permata yang sangat berharga. Ia membutuhkan pemeliharaan, penjagaan, kasih sayang, dan perhatian. Oleh karena itu orang tua memegang faktor kunci yang bisa menjadikan tumbuh dengan jiwa islami.
            Menurut (Siti Aisyah.2009:1.4-1.9) mengatakan bahwa anak usia dini memiliki karakteristik yang khas, baik secara fisik, psikis, sosial, moral dan sebagainya masa kanak-kanak juga masa yang paling penting untuk sepanjang usia kehidupannya. Hal tersebut dipertegas dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (Sisdiknas) menyiratkan bahwa anak usia dini ialah anak yang berada pada rentang masa usia lahir sampai usia 6 tahun. Sedangkan (Diana.2010:6-7) menjelaskan bahwa anak usia dini merupakan kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik, artinya memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik kasar dan halus), kecerdasan (daya pikir, daya cipta), sosioemosional, bahasa, dan komunikasi.
            Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-8 tahun, dimana pada usia tersebut anak mengalami masa peka dan sangat fundamental. oleh karena itu kita selaku orang tua atau pendidik harus memberikan rangsangan pendidikan sebaik mungkin agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Tabungan Hadis
            Tabungan adalah satu hal yang dirasakan sangat perlu pada saat seperti ini, terutama bagi kita yang memiliki penghasilan tetap maupun penghasilan tidak tetap. Dengan tujuan menyisihkan sebagian hasil pendapatan untuk dikumpulkan sebagai cadangan hari depan, dan sebagai alat untuk melakukan transaksi bisnis, usaha individu atau kelompok. Menurut Undang-undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan,  Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.[1] Sedangkan menurut N. Lapoliwa dan Daniel S. Kuswandi, tabungan adalah simpanan masyarakat yang penarikannya dapat dilakukan oleh orang yang menabung sewaktu-waktu sesuai keinginannya.
            Menurut Abu Al-Baqa sebagaimana dikutip oleh Al-Qasimi, kata hadits dalam bahasa Arab “hadits” merupakan bentuk isim (noun) dan “tahdits” dan bentuk tunggal (singular) dari kata “ahadits”. Diungkap oleh Ajjaj Al-Khatib dan Muh. Zuhri artinya secara etimologi adalah jadid (baru), qarib (dekat), dan khabar (kabar, berita, perkataan, keterangan). Selanjutnya Ulama hadits dalam (Badri Khaeruman.2010:60) mendefinisikan hadis adalah segala sesuatu yang diberitakan dari Nabi SAW, baik berupa sabda, perbuatan, taqrir, sifat-sifat maupun hal ihwal Nabi. Segala pemberitaan tentang Nabi SAW, seperti yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaannya.
            Hadis ialah setiap kata-kata yang diucapkan dan dinukil serta disampaikan oleh manusia, baik kata-kata itu diperoleh melalui pendengarannya maupun wahyu; baik dalam keadaan jaga maupun dalam keadaan tidur. Hal ini tercantum jelas dalam Al-Quran (Q.S. An-Nisa ayat 87). Oleh karenanya, Nabi Muhammad mewariskan dua perkara yaitu Al-Quran dan sunnah-Nya.
            Tabungan hadis adalah simpanan yang berupa hafalan hadis yang sisetorkan setiap minggunya dilakukan oleh anak dalam mengembangkan kecerdasan spiritul. Dalam hal ini guru dan orangtua mempunyai peranan penting dalam pengembangan kecerdasan spiritual pada anak-anak mereka sedini mungkin. Pendapat di atas ditegaskan oleh Imam Ghazali yang menyatakan bahwa akhlak yang baik akan tertanam kuat di dalam jiwa seseorang selama jiwa itu  dibiasakan untuk melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik atau terpuji dan selama jiwa itu tidak meninggalkan seluruh perbuatan buruk. Menurut (Badri Khaeruman.2010:11) mengatakan bahwa akhlak yang terpuji juga tidak akan tertanam kuat di dalam jiwa seseorang jika jiwa tersebut tidak dibiasakan untuk memiliki kerinduan melakukan perbuatan-perbuatan terpuji dan menikmatinya, serta membenci perbuatan-perbuatan tercela dan merasa bersalah karenanya. Jadi hal tersebut di atas dapat diartikan bahwa tabungan yang dimaksudkan adalah tabungan berupa hafalan hadis yang diberikan kepada semua anak.
            Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tabungan hadis merupakan suatu program yang menjadi strategi guru dalam menanamkan dan mengembangkan kecerdasan spiritual yang berupa setoran hafalan hadis. Melalui program ini terlihat dampak yang positif terhadap perilaku anak, seperti halnya dalam menyikapi suatu persoalan hidup yang dihadapinya.

Kecerdasan Spiritual
            Menurut Jalaluddin Rahmat menjelaskan kecerdasan spiritual merupakan potensi inheren yang perlu dikembangkan melalui bangku pendidikan atau sekolah. Potensi yang dahsyat itu harus dilatih secara sistematis dengan melibatkan kurikulum, guru, dan lingkungan yang sehat. menurut (Ari Ginanjar Agustian.2005:73) yang tercantum dalam Al-Quran:
“sebelum bumi dan manusia diciptakan, ruh manusia telah mengadakan perjanjian dengan Allah. Allah bertanya kepada jiwa manusia: “bukankah aku Tuhnmu?” lalu ruh manusia menjawab “Ya, kami bersaksi” (surat Al-Araf ayat 172). Bukti adanya perjanjian ini menurut Muhamad Abduh ialah adanya fitrah iman dalam jiwa manusia, dan menurut Prof. Dr N Dryarkara SJ, hal tersebut dipertegas dengan adanya suara hati manusia, suara hati Tuhan yang terekam dalam jiwa manusia. Oleh karena itu, bila manusia hendak berbuat keburukan, pasti akan dilarang oleh suara hati nuraninya sendiri, karena Tuhan tak menghendaki manusia berbuat kemungkaran. Jikalau manusia tetap mengerjakan perbuatan yang tidak baik, maka suara hatinya akan bernasihat.

            Menurut Dewantoro dalam (Muhammad Yaumi, Nurdin Ibrahim.2013:22) menyatakan bahwa kecerdasan spiritual berarti kemampuan seseorang untuk dapat mengenal dan memahami diri sepenuhnya sebagai makhluk spiritual maupun sebagai bagian dan alam semesta. Sedangkan Zohar dan Marshall dalam (Muhammad Yaumi, Nurdin Ibrahim.2013:22) mengatakan bahwa kecerdasan spiritual diyakini sebagai kecerdasan yang paling esensial dalam kehidupan manusia dibandingkkan dengan berbagai jenis kecerdasan lain seperti kecerdasan intelelektual. Kecerdasan spiritual dapat dijadikan landasan yang diperlukan untuk memfungsikan kecerdasan intelektual dan emosional. Ibnu Sina dalam (Eneng Muslihah.2011:95-96) menyatakan bahwa pendidikan anak harus dimulai dengan membiasakan mengerjakan hal-hal yang terpuji semenjak kecil sebelum ia dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan yang jelek. Selanjutnya (Ismail Kusmayadi.2011:65) menyatakan lima karakteristik orang yang cerdas secara spiritual yakni: (1) kemampuan untuk mentransendensikan yang fisik dan material, (2) kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran yang memuncak, (3) kemampuan untuk mensakralkan pengalaman sehari-hari, (4) kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber spiritual untuk menyelesaikan masalah,(5) kemampuan untuk berbuat budi.
            Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual merupakan kemampuan mengenal dan mencintai Tuhan yang dapat dirangsang melalui penanaman nilai-nilai agama dan moral, serta kecerdasan ini dapat digunakan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan orang lain. Adapun aspek yang harus dimiliki orang atau anak yang cerdas secara spiritual adalah mempunyai kemampuan untuk menstransedensikan yang fisik dan material, menggunakan sumber-sumber spiritual untuk menyelesaikan masalah dan mampu untuk berbuat budi pada sesama.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi fenomenologi, yaitu Penelitian ini mengacu pada paradigma alamiah yang bersumber pada pandangan fenomenologi. Putra dan Lestari (2012:193) mengungkapkan fenomenologi adalah penelitian kualitatif yang mencoba mengungkapkan makna yang dihayati subjek yang diteliti. Dengan demikian penelitian ini mengacu pada gejala-gejala yang menempatkan diri dimana peneliti berusaha memahami arti peristiwa dan kaitannya dalam situasi tertentu yang berhubungan dengan kondisi atau keadaan sebuah lingkungan belajar yang dapat memberikan makna mengenai tabungan hadis dalam pengembangan kecerdasan spiritual di TK Kasih Ananda Serang Banten.
Cara yang digunakan dalam mendapatkan data penerapan tabungan hadis di TK Kasih Ananda Serang, teknik pengumpulkan data yaitu dengan observasi, wawancara serta dokumentasi di TK Kasih Ananda Serang Banten. Subjek penelitiannya adalah anak Kelompok B. Lokasi sosial dalam penelitian ini adalah guru-guru dan anak-anak di TK Kasih Ananda Serang Banten. Prosedur penelitian ini secara garis besar dilakukan melalui empat tahapan kegiatan, yaitu tahap pra-lapangan, pelaksanaan, analisis data, dan diakhiri dengan penulisan laporan, seperti yang diungkapkan Moleong (2010:127) bahwa penelitian kualitatif terdiri dari tahap pra-penelitian dan tahap pekerjaan lapangan. Teknik analisa data pada penelitian ini menggunakan analisis data model Miles and Huberman, yaitu reduksi data, display data, verifikasi data.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dari pengamatan yang telah dilakukan maka didapat hasil dan temuan penelitian sebagai berikut  di TK Kasih Ananda Serang Banten adalah salah satu sekolah yang dalam pembelajarannya menanamkan nilai-nilai agama dan moral melalui tabungan hadis dalam pengembangan kecerdasan spiritual. Dari hasil wawancara dengan kepala sekolah TK Kasih Andanda menanamkan tabungan hadis kepada anak secara implisit artinya tabungan hadis  tersebut dimasukkan kedalam pembelajaran. Kecerdasan yang paling ditekankan di TK Kasih Ananda adalah kecerdasan spiritual. Hal ini dikarenakan TK Kash Ananda memiliki tujuan yakni mengenalkan tentang Allah sedini mungkin kepada anak. hal ini sesuai dengan visi misi sekolah yakni menciptakan manusia yang bertaqwa, berakhlakul karimah, rajin beribadah, cinta Al-Quran, cerdas, tampil dan berkepribadian muslim serta mampu menyiapkan diri dalam kehidupan selanjutnya.
Program  tabungan hadis dalam pengembangan kecerdasan spiritual pada anak usia 5-6 Tahun
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, dalam mengembangkan kecerdasan spiritual ini tidak semerta-merta anak dapat melakukan sendiri, hal ini membutuhkan proses peniruan dan modeling serta metode yang tepat. Oleh karena itu lembaga pendidikan  TK Kasih Ananda menggunakan tabungan hadis sebagai metode dalam mengembangkan kecerdasan spiritual.
Program-program di TK Kasih Ananda lebih menekankan kepada proses belajar secara aktif, pembiasaan beribadah, sopan santun yakni mengucapkan salam, disiplin, kemandirian, jujur, bekerja sama dan tanggung jawab, mengajak anak untuk bersama-sama membaca kitab suci Al-Quran dengan membaca iqro dan surah-surah pendek, menceritakan kisah para  nabi dan rasul, atau tokoh-tokoh spiritual lainnya, melibatkan anak dalam kegiatan-kegiatan ibadah seperti sholat, berpuasa dan yang lainnya, serta melantunkan lagu-lagu dengan syair yng menginspirasi anak untuk lebih dekat dengan tuhan. Selain itu mengikutsertakan anak dalam kegiatan-kegiatan sosial, seperti menyumbang orang yang terkena bencana alam atau menengok teman yang sakit. Serta mengajak anak untuk menikmati keindahan alam, kemudian mengaitkan dengan keagungan Tuhan yang telah menciptakan alam semesta. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk atau cara yang dilakukan dalam mengembangkan keerdasan spiritual pada anak. Pendekatan pada pembelajaran ini berdasarkan pada pengalaman anak secaa langsung, teladan dari guru-guru dan praktik langsung, dan pengulangan yang dilakukan secara konsisten.
 Adapun program tabungan hadis yang diterapkan di TK Kasih Ananda diantaranya adalah Hadis  mengucapkan salam, Hadis kasih sayang,  Hadis menjaga lisan, Hadis kebersihan, Hadis larangan marah, Hadis adab makan, Hadis tidak mencela, Hadis bersabar, Hadis niat, Hadis belajar al-Quran, Hadis keindahan  dan Hadis suka menolong.
Kurikulum yang digunakan dalam mengembangan kecerdasan spiritual
            Berdasarkan hasil wawancara, kurikulum yang digunakan adalah kurikulum yang berkaitan dengan nilai-nilai agama dan moral seperti yang terlihat pada permendiknas No. 58 tahun 2009. Tujuan lembaga pendidikan tidak hanya menjadi kecerdasan otak dan emosi para peserta didik akan tetapi tugas lain yang juga lebih penting adalah kecerdasan spiritual anak berarti melatih anak memiliki kemampuan meraih kebahagiaan.
Materi program tabungan hadis yang diterapkan di TK Kasih Ananda
Berdasarkan hasil temuan, materi dalam mengembangkan kecerdasan spiritual pada anak, guru hendaknya mengenal dan memahami anak seutuhya sesuai dengan tahapan dan karakteristik perkembangan anak. Begitu pula dengan jenis-jenis hadis yang ditanamkan kepada anak harus sesuai dengan perkembangan anak. Kemudian hadis menjaga lisan, Kunci masuk syurga adalah dengan menjaga lisan. Karena satu kata yang meluncur darinya, bisa membawa ke surga atau neraka. Proses pembelajaran dalam memberikan pemahaman hadis ini yaitu dengan menggunakan metode bercerita secara klasikal. Anak-anak duduk melingkar didalam atau di luar kelas, kemudian ibu guru mulai membacakan hadis yang di ikuti oleh anak-anak. Kemudian ibu guru bercerita tentang kunci masuk syurga adalah dengan menjaga lisan atau ucapan. 
Proses Belajar di TK Kasih Ananda
Berdasarkan hasil temuan dalam pelaksanaan proses pembelajaran tabungan hadis guru menggunakan  berbagai materi yang terkait dengan kecerdasan spiritual yang terintegrasi dalam pembelajaran, kemudian menggunakan berbagai metode, strategi serta media dalam pentransferan ilmu yang dilakukan guru kepada anak, setelah itu guru melakukan evaluasi untuk melihat dan meninjau setiap perkembangan anak baik dari aspek perkembangan maupun dari segi nilai-nilai agama dalam mengembangkan kecerdasan spiritual pada anak. Dalam menanamkan nilai-nilai agama pada anak maka guru hendaknya mengenal dan memahami anak seutuhnya sesuai dengan tahapan dan karakteristik perkembangan anak, dalam hal karakter anak usia 5-6 tahun, anak juga aktif dalam bergerak. Mereka pun tidak mudah menyerah, mulai menjalin persahabatan dengan teman sebaya. Dalam hal ini guru harus bisa menanamkan nilai-nilai agama yang di sampaikan melalui program tabungan hadis dalam mengembangkan kecerdasan spiritual pada anak sesuai dengan tahap perkembangan anak.
      Agar penanaman kecerdasan spiritual dalam kegiatan pembelajaran terlihat jelas maka peneliti memaparkan proses pembelajaran melalui materi yang diajarkan guru dalam hal ini terkait dengan jenis-jenis hadis yang sesuai dengan perkembangan anak. Kemudian metode yang diaplikasikan, dan evaluasi yang digunakan dalam kegiatan tabungan hadis dalam mengembangkan kecerdasan spiritual.
Evaluasi/Penilaian Peserta Didik di TK  Kasih Ananda
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara evaluasi pembelajaran yang dilakukan di TK Kasih Ananda adalah berupa pengamatan atau observasi, catatan anekdot dan portofolio dan tes perbuatan, serta tes lisan. Penilaian observasi terlihat dalam perkembangan anak seperti pengamatan yang dilkukan guru di TK Kasih Ananda melalui aktivitas kegiatan anak sehari-hari. Hal ini  terlihat dalam penilaian guru perhari, perminggu, persemester yang berupa raport. Portofolio merupakan  penilaian yang didasarkan pada kumpulan hasil kerja anak yang dapat menggambarkan sejauh mana keterampilan anak berkembang. Portofolio merupakan kumpulan fakta-fakta atu hasil kerja anak serta informasi mengenai apa yang telah dilakukan oleh anak. Evaluasi pembelajaran selanjutnya adalah tes perbuatan, tes perbuatan adalah tes yang dilakukan berdasarkan perbuatan. Dalam penilaian ini guru meminta anak untuk melakukan suatu perbuatan dan guru akan menilai apakah anak tersebut melakukannya dengan baik atau tidak. Tes perbuatan ini berkolaborasi dengan tes pengamatan atau obserbasi. Evaluasi terakhir adalah tes lisan. Tes lisan adalah tes yang dilakukan melalui beberapa pertanyaan yang dijawab anak melalui lisan. Tes ini dilakukan guru untuk mengetahui seberapa dalam anak mengetahui dan memahami tentang materi yang telah diajarkan.

Peran guru dalam mengembangkan kecerdasan spiritual
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, berhasil atau tidaknya  program tabungan hadis sangat bergantung kepada guru. Karena guru sebagai modeling ataupun sebagai suri tauladan bagi anak-anak, terkhusus anak usia 5-6 tahun yang tergolong dalam kategori peniru. Hal ini menekankan bahwa guru sangat berperan penting terhadap keberhasilan penanaman nilai-nlai agama pada anak. Untuk dapat di gugu dan ditiru maka guru harus memiliki empat kompetensi yaitu kompetensi pedagogik, dimana guru harus membimbing anak kearah yang lebih baik, agar dapat membimbing anak, maka guru harus memahami karakteristik anak dan lain-lain. Selain itu guru harus memiliki kompetensi kepribadian dan sosial yang baik, dapat bersosialisasi baik dengan atasan dengan bawahan, antar guru dan interaksi dengan peserta didik dengan baik, serta kompetensi profesional. Bila ke empat kompetensi ini dimiliki guru secara otomatis pendidikan yang diajarkn guru pada anak akan berhasil khususnya dalam penanaman nilai-nilai agama dalam mengembangkan kecerdasan spiritual pada anak, dan melalui pembiasaan.
Hasil dari  pengembangan kecerdasan spiritual
     Adapun temuan hasil dari pengembangan kecerdasan spiritual melalui tabungan hadis sangat mempengaruhi sekali terhadap perilaku anak dan melekat dalam diri anak. Hal tersebut dapat terlihat ketika ada seorang anak yang tanpa sengaja berbicara kasar, kemudian temannya mengatakan bahwa “kita tidak boleh berbicara seperti itu, kata ibu guru juga tidak boleh, dan kata ibu guru juga disebelah kanan dan kiri kita kan ada malikat yang mencatat semua amal kita, baik dan buruknya”. Selain itu juga anak-anak terbiasa untuk mengucapkan asma-asma Allah ketika mereka lalai mereka mengucapkan kata “Astagfirullah”, ketika mereka bersyukur saat menerima sesuatu dengan mengatakan atau mengucapkan “Alhamdulillah.”

Peran orang tua dalam mengembangkan kecerdasan spiritual
              Berdasarkan hasil temuan upaya orang tua dalam membina kecerdasan spiritual anak dalam keluarga adalah melalui 4 jalan tugas, “melalui jalan pengasuhan, pengetahuan, perubahan pribadi, persaudaraan dan jalan kepemimpinan yang penuh pengabdian”. Membiasakan mengucapkan “Basmallah” sebelum memulai suatu perbuatan, dan mengucapkan “Alhamdulillah” sebagai ucapan syukur atas segala hasil dan kenikmatan yang diterima, “Masya Allah” sewaktu keheranan dan ta’jub terhadap sesuatu, “ Astagfirullah” sewaktu terjadi kekeliruan. Selain itu juga metode keteladanan, Latihan dan praktikum, dengan latihan ini anak-anak dapat  melakukan  amal keagamaan sesuai dengan yang telah ditetapkan agama.
Faktor pendukung dan faktor penghambat dalam mengembangkan kecerdasan spiritual
Berdasarkan hasil temuan pelaksanaan tabungan hadis di TK Kasih Ananda ini telah berjalan dengan baik sesuai dengan perencanaan dan program yang telah ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan program tabungan hadis tersebut telah didukung oleh semua aspek, mulai dari kinerja guru, kepedulian orang tua, lingkungan serta sarana dan prasarana yang ada. Hal ini membuktikan adanya ungkapan bahwa ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk melaksanakan pendidikan secara efektif dan efisien yang diantranya menggunakan pendekatan yang komprehensif, komunitas sekolah yang penuh perhatian, tumbuhkan kebersamaan, serta melibatkan orang tua sebagai mitra dalam upaya mengembangkan kecerdasan spiritual pada anak. Faktor-faktor tersebut sebagian besar telah dimiliki oleh TK Kasih Ananda disamping adanya rasa tanggung jawab dan komitmen dalam pelaksanaan program yang ada beserta sarana dan prasarana yang belum tersebut dalam teori yang ada peneliti sebagai motivasi yang cukup kuat baik bagi para peserta didik maupun seluruh guru yang ada.



Pembahasan
Pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan menghubungkan dilakukan dengan menghubungkan temuan-temuan penelitian dengan sumber-sumber referensi. Adapun program tabungan hadis yang diterapkan di TK Kasih Ananda diantaranya adalah Hadis  mengucapkan salam, Hadis kasih sayang,  Hadis menjaga lisan, Hadis kebersihan, Hadis larangan marah, Hadis adab makan, Hadis tidak mencela, Hadis bersabar, Hadis niat, Hadis belajar al-Quran, Hadis keindahan  dan Hadis suka menolong. kurikulum yang terkait dengan nilai agama dan moral tersebut yang diterapkan di TK Kasih Ananda adalah sesuai dengan yang tercantum dalam permen  No. 58 tahun 2009.  Hal  senada juga dikemukakan oleh Luluk Asmawati (2009:10-11) yang menyatakan bahwa pokok-pokok pendidikan anak yang dikemukakan adalah:
“(1)Menanamkan nilai-nilai ketuhanan dengan benar, (2) Mengajarkan bagaimana mentaati kedua orangtua, dalam batas-batas ketaatan kepada pencipta,(3) Mengajarkan pergaulan yang benar atas dasar keimanan hari berbangkit, sehingga pergaulan tersebut memiliki akar kebenaran dan bukan kepalsuan, (4) Menanamkan nilai-nilai kebaikan, (5) Menumbuhkan kepribadian yang memiliki hubungan yang kuat dengan Tuhan (mendirikan sholat), (6) Menumbuhkan dalam diri anak kepedulian sosial yang tinggi, (7) Membentuk kejiwaan anak yang kokoh (kesabaran), (8) Menumbuhkan sifat rendah hati serta menjauhkan sifat arogan, (9) Mengajarkan kesopanan dalam sikap dan ucapannya”.

Materi tabungan hadis yang diterapkan di TK Kasih Ananda diantaranya adalah beberapa hadis pendek seperti hadis niat, hadis mengucapkan salam. hadis kasih sayang, hadis menjaga lisan dan lain-lain. Dalam agama islam pun diwajibkan untuk mengucapkan salam dan menjawab salam seperti yang tertulis dalam surat  An-Nur ayat 27. Menurut (Eneng Muslihah.2011:93-95) mengatakan bahwa dalam mempengaruhi proses sosialisasi ada beberapa metode yang dapat digunakan oleh orang tua. Menurut (Badri Khaeruman.2010:85-87) mengatakan tingkat kesempurnaan dan ketinggian kecakapan seseorang mendengar hadis itu berpangkal pada kecakapannya memahami fikih dan mengamalkan ilmunya. Menurut (Mulyasa.2011:98) mengatakan bahwa penilaian proses dimaksud untuk menilai kualitas proses pendidikan dan pembentukan kompetensi peserta didik, termasuk bagaimana tujuan-tujuan belajar direalisasikan. Kualitas proses pendidikan dapat dilihat dari segi proses dan penilaian. Hal tersebut menjelaskan bahwa tujuan dai penilaian pendidikan  adalah tolak ukur guru dalam keberhasilan anak mengaplikasikan materi kedalam kehidupan sehari-hari anak. Evaluasi pembelajaran yang dilakukan di TK Kasih Ananda berupa pengamatan atau observasi, catatan anekdot dan portofolio dan tes perbuatan, serta tes lisan. Penilaian observasi terlihat dalam perkembangan anak seperti pengamatan yang dilkukan guru di TK Kasih Ananda melalui aktivitas kegiatan anak sehari-hari. Hal ini  terlihat dalam penilaian guru perhari, perminggu, persemester yang berupa raport.
Berhasil atau tidaknya  program tabungan hadis sangat bergantung kepada guru. Karena guru sebagai modeling ataupun sebagai suri tauladan bagi anak-anak, terkhusus anak usia 5-6 tahun yang tergolong dalam kategori peniru. Hal ini menekankan bahwa guru sangat berperan penting terhadap keberhasilan penanaman nilai-nlai agama pada anak. Kemudian Ibnu Sina dalam (Eneng Muslihah. 2011:95-96) mengatakan bahwa pendidikan anak harus dimulai dengan membiasakan mengerjakan hal-hal yang terpuji semenjak kecil sebelum ia dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan yang jelek. Tabungan hadis sangat berpengaruh sekali terhadap perkembangan anak, baik perkembangan sosialnya, perkembangan agama dan moralnya, perkembangan kognitif dan aspek perkembangan lainnya. Begitu pula menurut Gestalt dalam (Martini Jamaris.2010:193) yang memandang bahwa keseluruhan lebih berarti daripada bagian-bagian. Hal tersebut dipertegas oleh (Eneng Muslihah.2011:96) bahwa keluarga mempunyai peranan penting dalam proses pendidikan anak. Oleh karena itu, orangtua berperan dan bertanggung jawab atas kehidupan keluarga harus memberikan dasar dan pengarahan yang benar terhadap anak, yakni dengan menanamkan ajaran agama dan akhlak karimah. Menurut (Eneng Muslihah.2011:95) kembali menegaskan bahwa dalam mempengaruhi proses sosialisasi ada beberapa metode yang dapat digunakan oleh orang tua, sewaktu terjadi kekeliruan. Selain itu juga metode keteladanan, Latihan dan praktikum, dengan latihan ini anak-anak dapat  melakukan  amal keagamaan sesuai dengan yang telah ditetapkan agama. Hal senada juga dikatakan oleh (Tholhah Hasan.2009:73-74) yang mengatakan bahwa anak itu merupakan amanat bagi kedua orangtuanya, dan hatinya yang bersih merupakan permata mahal, yang masih polos dan belum tersentuh goresan dan lukisan apapun, masih dapat menerima pahatan apa saja, dan siap mengikuti pengaruh apapun yang disuguhkan kepadanya. Imam Ghazali yang dikutip oleh (M.Husain. 2007:9) berkata dalam kitab Ihya Ulumuddin, ”Ketahuilah bahwasanya mendidik anak merupakan perkara penting dan fundamental. Hal ini membuktikan adanya ungkapan bahwa ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk melaksanakan pendidikan secara efektif dan efisien yang diantranya menggunakan pendekatan yang komprehensif, komunitas sekolah yang penuh perhatian, tumbuhkan kebersamaan, serta melibatkan orang tua sebagai mitra dalam upaya mengembangkan kecerdasan spiritual pada anak.

Peranan Tabungan Hadis di Pandang dalam Berbagai Disiplin Ilmu

Oval: Pedagogiek
Oval: Perspektif 
Agama 
                        
 


                                                                                                                       
 


                                                                                                            

            Peranan tabungan hadis dalam pengembangan kecerdasan spiritual pada anak usia dini dalam perspektif Agama Islam menurut Imam Ghazali yang menyatakan bahwa akhlak yang baik akan tertanam kuat di dalam jiwa seseorang selama jiwa itu dibiasakan untuk melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik atau terpuji dan selama jiwa itu tidak meninggalkan seluruh perbuatan buruk. Akhlak yang terpuji juga tidak akan tertanam kuat di dalam jiwa seseorang jika jiwa tersebut tidak dibiasakan untuk memiliki kerinduan melakukan perbuatan-perbuatan terpuji dan menikmatinya, serta membenci perbuatan-perbuatan tercela dan merasa bersalah karenanya. Kecerdasan spiritual  dalam Islam lebih menekankan pada prinsip-prinsip ajaran yang abadi, aturan dan hukum dalam memperkuat moralitas. Pembinaan akhlak dimulai dari manusia sejak lahir hingga dewasa. Jika sejak dini seseorang ditanamkan nilai-nilai akhlak yang baik, maka orang tersebut akan tumbuh menjadi manusia yang baik dan mematuhi perintah serta menjauhkan diri dari larangan Allah SWT, sehingga anak mengaplikasikan akhlak tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Penanaman nilai-nilai agama terkait dengan tabungan hadis bila dipandang dari bidang pedagogik, maka dapat meningkatkan hasil belajar anak, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Berkowitz&Bier.2003:32) yang menyatakan bahwa penerapan tabungan hadis terkhusus kecerdasan spiritual  mempengaruhi peningkatan motivasi anak dalam meraih prestasi. Hal tersebut disebabkan karena salah satu tujuan pengembangan kecerdasan spiritual adalah untuk pengembangan kepribadian yang berintegritas terhadap nilai atau aturan yang ada. Ketika anak mempunyai integritas maka ia akan memiliki keyakinan terhadap potensi diri (self efficacy) untuk menghadapi hambatan dalam belajar.
Tabungan hadis dalam perpektif ilmu sosial pada anak usia dini menurut (M.Miftah.2013:26) adalah untuk mengondisikan anak, berlatih dan membiasakan diri konsisten dalam berperilaku sesuai dengan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang dipahami. Hal ini bertujuan agar anak terampil, interpretatif, dan mampu mengkomunikasikan gagasan yang dimilikinya dengan baik. Selain itu anak juga dibiasakan untuk bersosialisasi dengan teman sebaya ataupun orang disekitar anak. Tabungan hadis dalam pengembangan kecerdasan spiritual dalam pembelajaran ilmu sosial tersebut sebaiknya diterapkan sejak anak dini atau para ahli menyebut sebagai usia emas (golden age) karena usia ini terbukti sangat menentukan ke mampuan anak dalam mengembangkan potensi mereka. Proses pembelajaran lebih menekankan pada pengajaran pendidikan moral dan budi pekerti. Orientasi pembelajaran ilmu sosial adalah untuk mengembangkan pengetahuan dasar, keterampilan, dan sikap positif yang diperlukan untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan mampu berkontribusi secara aktif dalam kehidupan sosial sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Sasaran akhir yang dijadikan ukuran keberhasilan pembelajaran ilmu sosial adalah perubahan sikap dan perilaku anak. Tabungan hadis ditinjau dari bidang psikologi anak. (Kochanska, dkk.2004:26) menyatakan bahwa kelekatan antara orangtua dan anak merupakan aspek yang sangat penting bagi awal perkembangan moral anak. Di samping itu, pola disiplin yang diterapkan orangtua juga merupakan hal yang penting (Kochanska, dkk., 2003:15). Dalam hal ini, disiplin akan mengontrol perilaku anak dan biasanya dikaitkan dengan konsekuensi negatif terhadap perilaku pelanggaran. Aspek yang paling penting dari penegakkan disiplin tersebut adalah konsekuensi yang logis terkait dengan pelanggaran yang dilakukan. Sebagaimana yang dinyatakan oleh (Laible&Thompson.2000:17) bahwa disiplin yang menekankan pada penalaran dan logika akan mempercepat terjadinya internalisasi nilai-nilai pada anak. Sekolah, sebagai lingkungan kedua, turut mempengaruhi konsep diri, keterampilan sosial, nilai, kematangan penalaran moral, perilaku prososial, pengetahuan tentang moralitas, dan sebagainya (Berkowitz, 2002:47). Adanya ikatan yang kuat dengan sekolah dan komunitasnya, termasuk juga kelekatan dengan guru, merupakan dasar bagi perkembangan prososial dan moral anak.

SIMPULAN
Berdasarkan kesimpulan penelitian dan implikasi yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat disampaikan beberapa saran sebagai berikut:  Pertama, bagi Guru dalam mengembangkan kecerdasan spiritual melalui tabungan hadis kepada anak hendaknya  guru memilih jenis hadis yang lebih mudah dimengerti dan dalam menyampaikan pemahaman arti dari hadis tersebut di kemas dalam bahasa yang sederhana yang mudah dimengerti dan dipahami oleh anak. Kemudian berikan contoh yang real dalam kehidupan keseharian mereka. selain itu guru juga dapat mengkomunikasikan proses penanaman nilai-nilai agama dan jenis hadis yang terkait dengan pengembangan kecerdasan spiritual yang dilakukan disekolah dengan orang tua. Dengan demikian anak tidak hanya mempelajari hadis disekolah saja namun dirumah juga anak mendapatkan pengajaran yang sesuai sehingga anak dapat mengaplikasikannya kedalam kehidupan mereka sehari-hari.
Kedua, bagi orang tua. Sebaiknya orangtua memahami bahwa kecerdasan spiritual itu lebih penting dibandingkan kecerdasan intelektual. Karena mayoritas orang tua lebih mengedepankan kecerdasan intelektualnya saja. Kemudian membiasakan anak dengan hal-hal yang sederhana dalam menanamkan nilai-nilai agama yang terkandung pada setiap hadis dalam mengembangkan kecerdasan spiritual. Dan seyogyanya orang tua berkolaborasi dengan guru dalam mengembangkan kecerdasan spiritual yang telah dibiasakan dan diterapkan guru disekolah sebaiknya dilakukan juga oleh orang tua dirumah.
Ketiga, bagi peneliti selanjutnya. Dapat melakukan penelitian lanjutan tentang tabungan hadis dalam pengembangan kecerdasan spiritual dan juga mengkolaborasikan dengan kecerdasan yang lain seperti kecerdasan intelektual juga kecerdasan emosional. Karena ketiga kecerdasan tersebut jika dilakukan secara seimbang maka akan lebih baik, anak tidak hanya sukses atau berhasil di dunia tapi juga diakhirat kelak. Diharapkan pula agar peneliti selanjutnya dapat mengkaji lebih dalam mengenai jenis-jenis hadis dan karakteristik hadis lainnya dalam mengembangkan kecerdasan spiritual pada anak.

REKOMENDASI
Dari temuan dan informasi hasil penelitian, maka peneliti mengajukan beberapa rekomendasi diantaranya: penanaman tabungan hadis dalam pengembangan kecerdasan spiritual harus ada kolaborasi antara guru dan orang tua, ketika guru menerapkan nila-nilai agama dan moral yang terkandung dalam tabungan hadis, maka dari itu selayaknya orang tua juga menerapkannya dirumah agar nilai agama dan moral yang ada pada diri anak tertanam dengan baik dan karena seperti diketahui bahwa anak lebih banyak berada di rumah dibandingkan di sekolah. Dalam pengembangan kecerdasan spiritual sebaiknya lingkungan sekitar anak juga mendukung mengingat sifat anak usia dini adalah peniru maka dari itu lingkungan terutama keluarga dan lingkungan sekolah serta lingkungan rumah menunjukan prilaku yang baik kepada anak. Adapun jenis tabungan hadis yang ditanamkan adalah hadis mengucapkan salam, hadis kasih sayang, hadis menjaga lisan, hadis kebersihan, hadis adab makan, hadis larangan marah, hadis tidak mencela, hadis bersabar, hadis keindahan dan hadis menolong. karena hadis-hadis tersebut adalah dasar ataupun pondasi bagi karakter anak untuk dimasa yang akan datang. Kecerdasan spiritual adalah kemampun jiwa dalam melihat sesuatu dari sudut pandang yang potitif. Pada dasarnya semua hadis yang dikenalkan pada anak sangat berkaitan dan ini selayaknya ditanamkan agar melekat pada diri anak. Guru dapat lebih mengeksplor lagi mengenai jenis hadis yang lebih sederhana, dan lebih kreatif lagi dalam menggunakan berbagai metode dan media dalam pentranferan ilmu yang dilakukan guru kepada anak.




Audensi di kantor bupati Serang










PENINGKATAN KREATIVITAS PADA ANAK USIA DINI KELAS SD AWAL USIA 6-8 TAHUN MELALUI METODE PRAKTIKUM MEMBATIK


NURYATI, M.PD
PRODI PG PAUD STKIP Situs Banten
Jl. Bhayangkara Cipocok Jaya Serang – Banten Telp. (0254) 220193

NUNI YUNIAWATI, M.PD
PRODI PG PAUD STKIP Situs Banten
Jl. Bhayangkara Cipocok Jaya Serang – Banten Telp. (0254) 220193

Abstract: This article describes the activities of practicum batik in early childhood early childhood is age 6-8 years. Methods of this action research using a combined method that is using qualitative methods and quantitative methods. The action research model used is the Kemmis and Taggart model. Research data obtained from observation and interview. The results of this study indicate an increase in the creativity of children through the practice of batik namely batik and batik jumputan. Playing activities and interests of children on the practice of batik, is a capability that is characterized by four aspects of creativity: fluency, flexibility, originality, and elaboration.
Keywords: Creativity, early childhood, practicing batik

Abstrak: Artikel ini mendeskripsikan  tentang kegiatan praktikum membatik pada anak usia dini SD awal yaitu usia 6-8 tahun. Metode penelitian tindakan ini menggunakan metode gabungan yaitu menggunakan metode kualitatif dan metode kuantitatif. Model penelitian tindakan yang digunakan adalah model Kemmis dan Taggart. Data penelitian diperoleh dari observasi dan wawancara. Hasil penelitian ini menunjukan adanya  peningkatan dalam kreativitas anak melalui praktikum membatik yaitu batik tulis dan batik jumputan. Kegiatan bermain dan ketertarikan yang dimiliki anak terhadap praktikum membatik, adalah suatu kemampuan yang ditandai dengan empat aspek kreativitas: kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), keaslian (originality), dan elaborasi (elaboration).
Kata Kunci :  Kreativitas, anak usia dini, praktikum membatik



PENDAHULUAN
         Salah satu cara meningkatkan kreativitas anak usia dini adalah dengan banyak melakukan kegiatan pembelajaran yang melibatkan siswa untuk berperan lebih aktif dan eksploratif, yaitu dengan menggunakan metode pembelajaran praktikum. Metode pembelajaran praktikum adalah suatu cara mengajar yang memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu fakta yang diperlukan atau ingin diketahuinya. (Mirnayati, 2011:37). Praktikum yang menarik dan cocok bagi anak usia dini adalah kegiatan seni. Saat peneliti mengobservasi siswa kelas 1 dan 2 SDN Drangong II Taktakan Serang menjumpai bahwa di sekolah tersebut tingkat kreativitas siswa masih rendah, dan masih sangat jarang untuk melakukan pembelajaran dengan menggunakan metode praktikum untuk pembelajaran seni. Pada umumnya anak yang masih masuk dalam kategori anak usia dini senang bertanya dan senang untuk mencoba hal-hal baru. Namun pada kelas 1 dan 2 di SDN Drangong II Taktakan, anak- anak kurang berani bertanya dan takut menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru. Setiap membuat atau mengerjakan sesuatu, anak selalu menunggu contoh dari guru. Mereka  mau mencontoh  tetapi tidak mau membuat sendiri, belum mencoba tapi sudah menyatakan tidak bisa. Peneliti  melihat anak-anak tersebut sebenarnya bisa dan kreatif, hanya perlu diberi kesempatan dan ditingkatkan.
         Pembelajaran seni bagi siswa kelas 1 dan 2 SDN Drangong II Taktakan yang sering dilakukan adalah menggambar dan mewarnai dengan menggunakan media kertas dan pensil warna. Untuk melakukan kegitan praktikum seni membatik belum pernah dilakukan, hal tersebut dikarenakan beberapa hal yang menjadi kendala seperti sarana dan prasarana yang belum memadai untuk melakukan kegiatan praktikum, serta guru yang kurang kompeten. 
         Pada dasarnya membatik adalah menggambar dengan mengunakan canting dan zat perintang berupa wax yang digoreskan pada kain, namun untuk membatik pada anak bisa diterapkan dengan alat dan bahan yang lebih sederhana. Membatik dapat dijadikan alternatif untuk pembelajaran seni bagi anak usia dini. Dengan kegiatan membatik diharapkan siswa mendapatkan pengalaman baru dalam membuat sebuah karya seni dan lebih meningkatkan kreativitasnya. Dari uraian  diatas maka peneliti mengharapkan metode praktikum membatik untuk anak dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan menjadi tempat bagi anak untuk menuangkan ide/gagasan serta dapat meningkatkan kreativitas anak . Maka penulis bertujuan untuk melakukan penelitian tentang “Peningkatan Kreativitas Anak Usia 6-8 Tahun Melalui Metode Praktikum Membatik di Kelas 1 dan 2 SDN Drangong II taktakan Serang”.

Kreativitas
         Kreativitas merupakan ide atau pikiran manusia yang bersifat inovatif, berdaya guna, dan dapat dimengerti, sehingga hasil pikiran anak yang baru merupakan bentuk kreativitas dari individu anak. (Lawrence dalam Suratno, 2003: 24). Kreatif merupakan suatu sifat yang dimiliki oleh seseorang yang mempunyai kreativitas. Hal ini dikarenakan hanya orang kreatif  yang mempunyai ide gagasan kreatif dan original. Orang akan menjadi kreatif apabila distimulasi sejak dini. Anak dikatakan kreatif apabila mampu menghasilkan produk secara kreif serta tidak tergantung dengan orang lain yang berarti bahwa dalam memuaskan diri bukan karena tekanan dari luar.
         Kreativitas yang ditunjukkan anak merupakan bentuk kreativitas yang original dengan frekuensi kemunculannya seolah tanpa terkendali. (Sujiono, 2005:134). Motivasi dalam diri atau intrinsik tercipta dengan sendirinya dan mendorong timbulnya kreativitas, dan itu akan berlangsung dalam kondisi mental tertentu. (Suratno, 1990: 10).
         Kreativitas dapat dibedakan menjadi tiga pengertian, yaitu: Pertama, kemampuan untuk membuat kondisi baru, berdasarkan data, informasi, dan unsur-unsur yang ada (daya cipta). Kedua, kemampuan menggunakan data atau informasi yang tersedia. Ketiga, kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, kemurnian (orisinal) dalam mengembangkan dan memperkaya gagasan. Secara khusus, kreativitas berkarya senirupa diartikan sebagai kemampuan  menemukan, mencipta, membuat, merancang ulang, dan memadukan suatu gagasan baru maupun lama menjadi kombinasi baru yang divisualkan ke dalam komposisi suatu karya senirupa dengan didukung kemampuan terampil yang dimilikinya (Dirjen Dikti, 2005: 11).
         Berdasarkan dari beberapa pendapat yang telah dipaparkan diatas dapat diartikan bahwa kreativitas adalah suatu kemampuan untuk menghasilkan gagasan baru, memecahkan masalah, dan ide serta mempunyai maksud dan tujuan yang ditentukan. Kreativitas dalam bidang seni dimaknai sebagai berkarya yaitu suatu kemampuan untuk mewujudkan karya seni sebagai hasil kreativitasnya. Kreativitas dalam penelitian ini adalah suatu kemampuan yang ditandai dengan empat aspek kreativitas: kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), keaslian (originality), dan elaborasi (elaboration).
         Memahami kreativitas anak perlu diperhatikan karakteristik tindakan anak secara umum yang menunjukkan kreativitas. Paul Torrance dari Universitas Georgia (Suratno, 2005: 11) menyebutkan karakteristik tindakan anak yang menunjukkan kreativitas adalah sebagai berikut; belajar kreatif,  rentang perhatian panjang, mampu mengorganisasikan yang menakjubkan, dapat kembali kepada sesuatu yang sudah dikenalnya dan melihat dari cara yang berbeda, belajar banyak melalui fantasi dan memecahkan permasalahan dengan menggunakan pengalamannya, menikmati permainan dengan kata-kata dan tempat sebagai pencerita yang alami.
         Ciri-ciri kreativitas anak dapat diketahui melalui pengamatan terhadap perilaku anak yang berbeda dengan anak pada umumnya. Peningkatan kreativitas dapat dilakukan dengan berbagai macam kegiatan eksperimen dan eksplorasi yang dapat dilakukan oleh anak. Hal yang perlu dipahami adalah cara memfasilitasi anak agar kreativitasnya dapat berkembang, dan hal tersebut menjadi tugas orang tua, guru, dan linkungan sekitar. Ciri-ciri Kreativitas Anak menurut pendapat Utami Munandar (2009: 71) diantaranya yaitu:
a. Rasa ingin tahu yang luas dan mendalam
b. Sering mengajukan pertanyaan yang baik
c. Memberikan banyak gagasan atau usul terhadap suatu masalah
d. Bebas dalam menyatakan pendapat
e. Mempunyai rasa keindahan yang dalam
f. Menonjol dalam salah satu bidang seni
g. Mampu melihat suatu masalah dari berbagai segi/sudut pandang
h. Mempunyai rasa humor yang luas
i. Mempunyai daya imajinasi
j. Orisinal dalam ungkapan gagasan dan dalam pemecahan masalah.
         Orang yang kreatif dalam berpikir berbeda dengan orang yang tidak kreatif. Berdasarkan berbagai definisi tentang kreativitas yang dikemukakan para ahli, Rhodes menyebutkan empat ciri kreativitas sebagai “Four P’s Creativity”  atau empat P, yaitu:
1)        Person, merupakan keunikan individu dalam pikiran dan ungkapnya.
2)        Process, yaitu kelancaran, fleksibilitas dan orisionalitas dalam berpikir.
3)        Press, merupakan situasi kehidupan dan lingkungan sosial yang memberi kemudahan dan dorongan untuk menampilkan tindakan kreatif.
4)        Product, diartikan sebagai kemampuan dalam menghasilkan karya yang baru dan orisinil dan bermakna (Sugihartono dkk.;  2007: 14-15).

Faktor Pendukung Kreativitas
                   Untuk terciptanya suatu kreatifitas, ada beberapa faktor yang dapat mendukung perkembangan kreativitas pada anak. Kondisi yang dapat meningkatkan kreativitas anak menurut Hurlock (1978: 11), yaitu adalah :
 a) Waktu, anak kreatif membutuhkan waktu untuk menuangkan ide/gagasan atau konsep-konsep dan mencobanya dalam bentuk baru atau original. Anak-anak TK jika sudah mencoba sesuatu mereka tidak mau atau sulit untuk pindah pada kegiatan yang lain.
b) Kesempatan menyendiri, anak membutuhkan waktu dan kesempatan menyendiri untuk mengembangkan imajinasinya. Adakalanya anak tidak mau membaur dengan teman-temannya karena sedang melakukan sesuatu yang menarik perhatiannya.
c) Dorongan, terlepas seberapa jauh hasil belajar anak memenuhi standar orang dewasa, mereka memerlukan dorongan atau motivasi untuk kreatif, bebas dari ejekan. Anak kreatif biasanya dianggap tidak sama dengan teman lain dan mungkin berbuat sesuatu yang aneh menurut orang dewasa dan membuat orangtua khawatir.
d) Sarana, untuk merangsang dorongan eksperimen dan eksplorasi perlu disediakan sarana bermain.

Faktor Penghambat Kreativitas
         Selain faktor-faktor yang mendukung kreativitas, ada pula beberapa faktor yang dapat menjadi pengambat kreativitas bagi anak. Berikut ini adalah faktor-faktor penghambat kreativitas menurut Imam Musbikin (2007: 7) :

Metode Pembelajaran Praktikum
                   Metode praktikum adalah metode mengajar yang mengajak siswa melakukan kegiatan percobaan untuk membuktikan atau menguji teori yang telah dipelajari memang memiliki kebenaran. (Nurlaeli, 2013:19). Menurut Djamarah dan Zain (2002:95)  memberi pengertian bahwa metode pembelajaran praktikum adalah proses pembelajaran dimana siswa melakukan dan mengalami sendiri, mengikuti proses, mengamati obyek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan suatu obyek, keadaan dan proses dari materi yang dipelajari tentang gejala alam dan interaksinya. Metode pembelajaran praktikum adalah suatu cara mengajar yang memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu fakta yang diperlukan atau ingin diketahuinya. (Mirnayati, 2011:37).
                   Dari pengertian yang telah dipaparkan diatas, dapat disimpulkan bahwa metode praktikum adalah metode pembelajaran yang dilakukan siswa untuk melakukan proses, mengalami sendiri dalam meneliti obyek, serta membuktikan dan menguji kebenaran tentang suatu konsep yang dipelajari. melalui metode pembelajaran praktikum siswa dapat memiliki banyak pengalaman, baik pengalaman yang dilakukan berupa pengamatan langsung, ataupun melakukan percobaan sendiri dengan objek tertentu. Melalui pengalaman langsung (first-hand experiences), siswa dapat belajar lebih mudah dibandingkan dengan belajar melalui sumber sekunder, misalnya buku. Hal tersebut sangat sesuai dengan pendapat Bruner yang menyatakan bahwa anak belajar dengan pola inactive melalui perbuatan (learning by doing) akan dapat mentrasnfer ilmu pengetahuan yang dimilikinya pada berbagai situasi. (Mirnayati, 2011:46).

Membatik
     Batik sama artinya dengan menulis, tetapi batik secara umum memiliki arti khusus yaitu melukis pada kain mempergunakan lilin (malam) dengan menggunakan alat yaitu canting. Berikut ini adalah pendapat yang menyebutkan tentang asal mula kata batik : Kata tik pada kain batik berasal dari kata Melayu, yang berarti titik-titik atau tetes-tetes, maksudnya sama dengan menulis atau menggambar. Batik yang mengandung titik-titik atau tetes-tetes menunjukkan bahwa dalam proses batik dibutuhkan kesabaran serta kesungguhan. (Taruna, 1999:22).
      Jika ditinjau dari asal katanya, batik berarti suatu tulisan atau gambar, yang seolah-olah mempunyai bayangan. Pada kain batik, garis-garis yang membentuk motif serta memiliki warna yang berbeda namun saling berdekatan, maka warna tersebut akan tercipta seperti warna gelap dan terang yang menjadikan seolah-olah garis tersebut menyerupai bayangan. batik dapat juga disebut sebagai suatu karya seni di atas kain yang dihasilkan dari proses rintang warna dengan menggunakan malam. (Yussac,1969).
            Batik juga dapat dikatakan sebagai suatu teknik untuk memberi hiasan pada kain dengan cara menutupi bagian-bagian tertentu dengan menggunakan zat perintang. Zat perintang yang sering digunakan adalah lilin atau malam. Kain yang sudah selesai digambari dengan malam kemudian diberi warna dengan cara dicelup, bisa juga dicolet dengan menggunakan zat pewarna dengan alat bantu berupa kuas. Setelah melalui proses pewarnaan, malam dihilangkan dengan cara merebus kain. Akhirnya dihasilkan sebuah kain yang disebut batik atau batikan berupa beragam motif.
           Dalam penelitian ini, membatik akan diajarkan pada anak usia 6-8 tahun siswa SD. Untuk lebih memudahkan dan disesuaikan dengan kemampuan anak, maka media yang akan digunakan adalah media yang sifatnya serupa namun lebih sederhana. Wax atau zat lilin yang digunakan untuk menggambar motif diganti dengan lem putih, pewarna batik menggunakan cat akrilik, pewarnaan menggunakan kuas lukis, dan media gambar berupa kain katun ukuran 20 cm x 25 cm.

Metode Penelitian
       Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan yang bersifat partisipatif dan kolaboratif. Pendekatan kualitatif menjelaskan peristiwa yang dilakukan dalam penelitian ini sehingga mendapatkan gambaran dan penjelasan uang lengkap dalam pelaksanaan penelitian tindakan. Pendekatn kuantitatif digunakan untuk menganalisis data hasil proses belajar mengajar atau membandingkan nilai peserta didik sebelum dan sesudah penelitian tindakan dilakukan.
       Penelitian ini menggunakan desain Kemmis dan Taggart. Desain dan prosedur pada penelitian tindakan ini meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Sebelum membuat perencanaan program kegiatan, dilakukan tes awal terlebih dahulu. Tes awal dengan maksud untuk mengetahui kemampuan kreativitas yang dimiliki anak. Hasil ters tersebut digunakan untuk membandingkan hasil tes pada ahkir tindakan untuk melihat apakah tindakan yang dilakukan sudah menunjukkan peningkatan atau belum. Dalam peoses perencanaan, dirancang kegiatan yang memadukan pengembangan kreativitas membatik dengan menggunakan media kertas HVS untuk menggambar sketsa yang kemudian akan digambar kembali pada kain untuk membatik.
        Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan observasi untuk mengukur kreativitas anak yang berkaitan dengan kelancaran dalam melakukan proses membuat batik, mengamati seberapa kemampuan anak untuk menuangkan kreativitasnya dalam membuat gambar pada media kertas dan kain, membandingkan hasil pekerjaan satu siswa dengan siswa yag lain apakah siswa tersebut mampu mengolah bidang gambar dengan baik / gambar yang dibuat dapat memenuhi bidang gambar. Observasi  dilakukan pada  saat aktivitas membuat motif/ gambar berjalan selama praktikum berjalan di kelas 1 dan 2 SDN Drangong II taktakan Serang, dengan cara melakukan pengamatan dan pencatatan pada saat kegiatan/aktivitas praktikum berjalan, tanpa mengganggu proses belajar mengajar yang sedang berlangsung. Observasi dilakukan oleh guru dibantu guru pendamping sebagai kolaborator.
        Selanjutnya adalah melalui wawancara, Teknik  wawancara ini digunakan untuk mengukur flexibility atau kelancaran dapat dilihat ketika masing- masing anak menggambar apa yang mereka sukai dan menuangkan idenya dengan goresan pada media gambar dengan mudah, mewarnai gambar dengan kuas dan cat akrilik. Alasan anak dalam menjelaskan gambar yang dibuatnya dan untuk mengukur pengembangan ide/gagasan anak atau elaborasi. Wawancara juga dilakukan untuk memastikan kembali seberapa jauh kemampuan siswa dalam memahami proses praktikum yang ia lakukan. Wawancara dilakukan oleh guru dengan cara mengajukan pertanyaan berkaitan dengan apa yang digambar atau dilakukan anak  pada saat kegiatan membuat gambar pada kertas sketsa. Wawancara bertujuan untuk mengetahui keterangan dari siswa terhadap pengembangan idenya tentang gambar yang dibuatnya.

Hasil Penelitian dan Pembahasan
       Setelah diberikan tindakan berupa kegiatan membatik melalui metode praktikum, terdapat peningkatan skor kemampuan membatik dari pra-intervensi sampai pada akhir siklus II. Peningkatan kreativitas anak dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1
Peningkatan Kreativitas membatik dari Pra-Interval,
Siklus I sampai Siklus II

Responden
Pra-Intervensi
Siklus I
Siklus II
Peningkatan
Skor
%
Skor
%
Skor
%
AD
31
51,67
36
60,00
46,5
77,50
25,83
IN
31,5
50,42
35,5
58,75
42,5
75,83
25,41
TG
38
63,3
44
72,50
51
84,17
20,84
SI
32,5
54,17
37,5
62,50
45
75,00
20,83
MA
27
45,00
33,5
55,83
43
71,67
26,67
DK
29
48,33
34
56,67
42
70,00
21,67
KL
30,5
50,83
37
61,67
43,5
72,50
21,67
TG
34,5
57,50
37,5
62,50
46,5
77,50
20,00
BR
31,5
52,50
38
63,33
45
75,00
22,50
GK
29
48,33
35
58,33
44
73,33
25,00
ST
30,5
50,83
39
65,00
43,5
72,50
21,67
EG
26,5
44,17
32,5
54,17
43,5
72,50
28,33
YH
28,5
47,50
33,5
55,83
43,5
72,50
25,00
YN
29
48,33
32
53,33
46,5
77,50
29,17
NY
28
46,67
36,5
60,83
44,5
74,17
27,50
KIA
29,5
49,17
36
60,00
42
70,00
20,83
PG
25
41,67
33,5
55,83
39
64,17
22,50
JN
28,5
47,50
34
56,67
45
75,00
27,50
LH
37,5
62,50
44
73,33
50
83,33
20,83
PK
32
53,33
36
60,00
45
75,00
21,67
UK
34,5
57,50
41,5
69,17
51,5
85,83
28,33
YG
28,5
47,5
35
58,33
44
73,33
25,80
NN
37,5
62,5
42
70,00
49,5
82,50
220,00
KS
27
45,00
33,5
55,83
42,5
70,83
25,83
PM
31
51,67
38
63,33
47
78,33
26,66
HG
31
51,67
33,5
55,83
44
73,33
21,66
SK
37,5
62,50
46
76,67
50,5
84,17
21,67
TR
34,5
57,50
36,5
60,83
47
78,33
20,83
KP
34,5
57,50
37
61,67
47,5
79,17
21,67
Rata-rata Kelas
31,22
52,00
36,90
61,45
45,34
75,69
23,69

           Berdasarkan data hasil penimgkatan kreativitas anak di SDN Drangong 2 Taktakan Serang Banten usia 6-8 Tahun yang berjumlah 29 orang dapat dilihat dari Pra-intervensi dengan rata-rata hasil kreativitas 52,00% mengalami peningkatan pada siklus I sebesar 9,45%  menjadi 61,45%. Selanjutnya, dari siklus I ke siklus II peningkatan kreativitas anak mengalami peningkatan sebesar 14,24% dari 61,45% menjadi 75,69%.
         Kegiatan pembelajaran diawali dengan doa bersama, menyiapkan kondisi kelas untuk siap menerima pembelajaran, Guru menerangkan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan, memberi penjelasaan teori dan prosedur atau tahapan yang akan dilakukan pada praktikum membatik. Selanjutnya anak diajak menuju ke lapangan atau area terbuka di sekitar sekolah. Anak diberi kertas A4 dan diberikan kebebasan dalam menggambar. Selama kegiatan berlangsung guru bersama kolaborator melakukan pengamatan, pencatatan, dan penguatan apabila diperlukan. Setelah kegiatan menggambar sketsa kemudian dilanjutkan dengan memindahkan gambar sketsa pada kain. Kegiatan tahap awal membatik dilakukan pada satu kali pertemuan, hal ini dikarenakan agar anak tidak cepat bosan dan lelah.
       Memberi  lem sesuai bentuk gambar, kegiatan ini dilakukan secara kelompok, satu kelompok terdiri dari dua anak, dengan maksud agar anak dapat bekerjasama saat proses ini. Alat yang digunakan adalah lem putih kemasan tube yang mudah digunakan sehingga langsung dapat diaplikasikan pada gambar yang ada di kain yang sudah dibuat terlebih dahulu di tahap pertama. Kegiatan ini dilakukan di dalam kelas supaya lebih mudah dipantau oleh guru, lebih tertib, dan proses pengerjaan akan lebih mudah bila dilakukan diatas bidang datar seperti meja kelas. Kegiatan ini juga bertujuan melatih keberanian siswa untuk mencoba mengaplikasikan lem pada gambar di atas kain dengan penuh kehati-hatian dan kesabaran. Setelah selesai memberi lem pada gambar diatas kain,  kemudian kain dijemur untuk mengeringkan lem, sambil menunggu lem kering siswa diajak untuk reviewing proses apa saja yang sudah mereka lakukan, kemudian diisi pula dengan kegiatan permainan anak dan bernyanyi agar anak tidak merasa jenuh dan tetap bersemangat. Pada proses atau tahap kedua, dilakuan satu kali pertemuan karena proses pengeringan memerlukan waktu yang cukup banyak tergantung dari intensitas cahaya matahari.
          Mewarnai bidang kain, aktivitas menggambar ini sebagai kelanjutan tahap kedua, setelah lem kering maka tahap berikutnya adalah tahap mewarnai. Siswa diminta untuk mempersiapkan hasil praktikum yang telah dilakukan pada kegiatan sebelumnya, guru akan memberi penjelasan tentang kegiatan praktikum yang akan dilakukan pada pertemuan hari itu. Lalu siswa diajak keluar kelas, proses pewarnaan akan dilakukan di luar kelas agar suasana belajar lebih menyenangkan. Setelah siswa sudah terkondisikan dengan baik, guru memberikan contoh pencampura warna cat dan memberikan alat dan bahan pada siswa untuk kebutuhan mewarnai. Siswa diminta untuk memperiapkan gelas berisi air untuk pencampur cat, kemudian siswa diberi palet, kuas, dan cat akrilik. Guru memantau kegiatan siswa selama proses berlangsung. Setelah proses mewarnai selesai, hasilnya dijemur kembali agar cat cepat kering. Selama menunggu proses pengeringan siswa diajak mengulas kembali kegiatan yag sudah mereka lakukan, siswa diajak bermain dan bernyanyi. Kegiatan ini dilakukan satu kali pertemuan.
            Proses membilas menghilangkan sisa lem, pada pertemuan kali ini, siswa diminta untuk membilas kain yang sudah diwarnai, kegiatan dilakukan di luar kelas. Guru membantu siswa pada proses pembilasan untuk menghilangkan lem. Kain dicuci/ dibilas pada air mengalir sambil digosok perlahan sampai sisa lem hilang. Tahap berikutnya yaitu menjemur kain yang telah dibilas, ketika kain sudah kering maka efek batik akan terlihat.

Simpulan
          Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara kuantitatif terjadi peningkatan kreativitas anak dengan menggunakan metode praktikum membatik, diantaranya adalah membatik tulis dan batik jumputan. Data kuantitatif perubahan masing-masing siklus dilakukan dengan menggunakan prosentase rata-rata pencapaian peningkatan kreativitas pada anak usia 6-8 tahun di SDN Drangong 2 Taktakan Serang Banten. Pencapaian peningkatan reativitas anak melalui metode praktikum membatik pada anak usia 6-8 tahun sesuai dengan kesepakatan antara peneliti dan kolaborator.
              Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah meningkatnya kreativitas anak melalui kegiatan praktikum membatik ditandai  dengan kemampuan anak yang menunjukkan kelancaran/fluency, keluwesan/flexibility. keaslian/originality, dan elaborasi/elaboration. Kriteria keberhasilan dalam penelitian ini adalah apabila 75% dari jumlah anak yang diteliti mendapat nilai dengan kriteria kreativitas tinggi yang ditunjukkan dengan pencapaian yaitu sebesar 20% dari pra-intervensi telah dicapai pada siklus kedua dengan rata-rata peningkatan sebesar 23,69%.

Implikasi Hasil Penelitian
             Implikasi teoritik dari penelitian ini adalah bagi pengembangan keilmuan di program studi pendidikan anak usia dini, terutama dalam pengembangan keilmuan mengenai cara meningkatkan kreativitas anak usia 6-8 tahun melalui metode praktikum membatik. Implikasi praktis dari penelitian ini adalah guru dapat memberikan beragam kegiatan membatik melalui metode praktikum yang dapat meningkatkan kreativitas pada anak ddngan memperhatikan langkah-langkah kegiatan bermain yang sesuai.